Wali Kota Malang Muhammad Anton tengah menyelidiki kasus penyetruman dilakukan Kepala Sekolah SD Lowokwaru 3 terhadap empat siswanya. Anton sudah meminta pihak dinas pendidikan Malang menyelidiki kasus tersebut.
"Sudah ada pemanggilan dan penanganan khusus ini. Kami sudah melakukan pemanggilan melalui Kepala Dinas Pendidikan," kata Muhammad Anton, Walikota Malang, Selasa (2/4).
Anton mengaku telah menerima laporan penyetruman tersebut adalah terapi kesehatan bukan sebuah sanksi terhadap murid tersebut. Sayang niat tersebut tidak disertai komunikasi yang baik dengan wali murid.
"Dalam hal ini bukan dalam arti disetrum, ada metode semacam alat kesehatan untuk pola pikir. Tetapi maksud baik ini tidak izin, apalagi koordinasi dengan Dinas Pendidikan," katanya.
Dia mengatakan, Dinas Pendidikan telah melakukan mediasi dengan mempertemukan antara Kepala Sekolah dan orangtua wali murid. Beberapa sudah sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan.
"Sudah dilakukan mediasi, orangtua sendiri sudah menerima. Namun ada satu (orang tua) yang belum bisa menerima," katanya.
Anton melihat tindakan kepala sekolah tersebut tidak lazim, kendati bermaksud baik. Saharusnya pemberian terapi atau apapun itu harus seizin Dinas Pendidikan maupun orangtua.
"Kesalahannya, ini kan tidak lazim, tidak pernah koordinasi," tegasnya.
Terapi itu, ditegaskan oleh Anton, dilakukan hanya di sekolah tersebut dan masih baru empat siswa yang diujicobakan. Soal pemberian sanksi, Anton masih menunggu hasil penyelidikan oleh tim penyidikan. Bentuk sanksi tentu akan disesuaikan dengan kesalahan yang dilakukan.
"Nanti pasti ada (sanksi), lihat dulu hasilnya. Sekarang proses penyidikan, kita lihat tujuannya apa? Arahnya ke mana? Sejauh mana, kok orangtuanya protes. Ini kan masih proses," jelasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Zubaidah mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan pendalaman dengan mengumpulkan bukti-bukti. Pihaknya harus menelusuri kebenaran dan ketidakbenaran alat itu.
"Sudah dilakukan pemanggilan baik wali murid maupun kepala sekolah. Kita lakukan evaluasi dulu. Apakah memang betul yang salah sekolah atau bagaimana, alat itu bagaimana berkaitan denggan pelajaran atau tidak," terangnya.
Sementara, pihak sekolah akhirnya memberikan klarifikasi terkait penyetruman empat siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Lowokwaru 3 Kota Malang. Penyetruman itu disebutkan murni sebagai sebuah terapi, bukan hukuman apalagi tindakan sentimen untuk siswa tertentu.
Kepala Sekolah SD Negeri Lowokwaru 3, Tjipto Yhuwono mengatakan, metode penyetruman itu sudah sekian lama dipelajarinya dan baru dilakukan pada empat muridnya tersebut. Penunjukkan empat siswa tersebut dilakukannya secara spontan.
Tindakan penyetruman itu sama sekali bukan penyiksaan, melainkan murni untuk terapi kesehatan untuk membantu konsentrasi. Tahapan terapi tersebut sebenarnya tidak hanya penyetruman, tetapi juga meditasi.
"Ini murni terapi, bukan tindakan sentimen," kata Tjipto Yhuwono.
Penyetruman itu dilakukan pada empat orang siswa berinisial RA, MK, MZ dan MA di musala usai Salat Dhuha, Selasa (25/4). Penunjukkan keempat siswa tersebut dilakukan secara spontanitas dan kebetulan.
Keempat siswa tersebut sedang ngobrol dan ramai usai menjalankan Salat Dhuha. Akhirnya keempatnya dipanggil untuk mengjalankan terapi tersebut. Tjipto juga mengatakan, bahwa alat terapi listrik itu berguna untuk membantu konsentrasi anak, termasuk mengetes kebohongan.
"Sama sekali bukan karena sentimen atau memberi hukuman. Mereka saya anggap seperti anak saya," tambahnya.
Tjipto juga mengakui tidak mengantongi lisensi alat tersebut, tetapi alat terapi itu dinilai aman dan sebelumnya sudah pernah diterapkan pada orang lain. Dirinya melakukan itu atas inisiatif pribadi setelah mendapatkan ilmu dari seorang rekan guru lain.
"Saya belajar dari guru saya, almarhum Marzuki Wahab, guru di SMPN 14," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, orangtua wali murid SD Negeri Lowokwaru 3 berniat menempuh jalan hukum atas tindakan penyetruman oleh Kepala Sekolah.
Versi AN, orang tua korban RA, akibat penyetruman itu beberapa bagian tubuh anak-anak merasakan sakit, bahkan mimisan. Anaknya juga mengalami trauma atas tindakan tersebut.
Tjipto mengungkapkan, telah melakukan pertemuan mediasi dengan orangtua wali murid. Mediasi telah dilakukan beberapa kali, termasuk dengan orangtua NA.
Hasil mediasi berupa permohonan maaf dan tidak mengulangi lagi yang tertuang dalam sebuah surat pernyataan. Namun pihaknya belum mengetahui adanya rencana laporan dari salah satu orangtua wali murid yang akan melaporkan ke polisi.
"Saya hanya dengar saja, katanya mau dilaporkan, tapi belum tahu," katanya. [gil]
No comments:
Post a Comment